Anak Krakatau terus menebar ancaman. Volume gempa kian
meningkat. Sepanjang Hari Minggu, 2 Oktober 2011, sekurangnya 2.745 gempa
menguncang gunung itu dan wilayah sekitar. Dan itu catatan resmi dari Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Padahal sehari
sebelumnya, status gunung ini sudah naik ke level III. Level Siaga.
Semua perkembangan itu sudah dilaporkan kepada Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Staf Khusus Presiden dan sejumlah lembaga terkait
terus berkordinasi mengawasi aktivitas gunung ini. "Baru saja kami
melakukan evaluasi dan Koordinasi dengan Kepala PVMBG atas perkembangan
naiknya aktivitas gunung Anak Krakatau, yang lonjakan kegempaannya lebih dari
1000 persen dalam tiga hari ini," kata Andi Arief dalam keterangan persnya
yang diterima VIVAnews, Senin 3 Oktober 2011.
Perkembangan mencemaskan ini sudah terjadi semenjak empat
hari belakangan. Jumlah gempa melonjak drastis. Sekitar 1000 kali lipat.
Padahal lazimnya cuma 300 kali sehari. Peringatan bahaya itu juga terlihat dari
pantauan visual. Asal kelabu bergulung-gulung hingga ketinggian 25-30 meter.
Asap itu berarak menuju Selatan. Namun Anak Gunung Krakatau tidak dikurung
kabut.
Kepala PVMBG, Surono, menegaskan bahwa gempa Anak Krakatau
terasa di hampir seluruh Pulau Anak Krakatau. Gempa itu, lanjutnya, datang
beruntun namun skala kecil. Sekitar 2 Skala Ritcher. “Bahkan ada yang di
bawah 1 SR,” kata Surono kepada VIVAnews.
Aktivitas yang tinggi itu harus diwaspadai. Sebab
berpotensi menyebabkan erupsi. Meski, lanjut Surono, letusan itu timbul
tenggelam. Sebentar berhenti, lalu meletus lagi. Begitu seterusnya. "Ini
adalah gunung api yang paling sering meletus,” ujar Surono.
Mengapa
sering meletus?
Anak
Krakatau adalah anak dari Gunung Krakatau. Sang induk meledak dasyat beratus
tahun lampau. Dari seluruh gunung api di Indonesia Anak Gunung Krakatau itu
yang paling belia. “Gunung api muda harus sering meletus untuk tumbuh besar dan
tinggi. Gunung menjadi besar dan tinggi karena hasil letusannya,” terang
Surono.
November 2010, sejumlah
gunung bahkan meletus secara bersamaan. Bahkan Gunung Sinabung yang beratus
tahun sudah terlelap, mengamuk dengan asap mengawang. Mengapa negeri gemah
ripah loh jinawi ini hidup di atas daerah bencana. Pemerintah sudah tegas
memberi peringatan agar warga di sekitar gunung berapi menjauh dan waspada.
Begitu juga dengan Anak
Gunung Krakatau itu. Plt Direktur Pengurangan Resiko Bencana Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, Sutopo, menegaskan bahwa zona bahaya Anak
Krakatau saat ini ditetapkan sejauh dua kilometer. “Dalam radius 2 km tidak
diperkenankan adanya aktivitas dan tidak boleh ada pemukiman,” lanjutnya.
Para pelancong, penduduk
dan siapa saja, sama sekali tidak boleh mendekati Gunung Anak Krakatau, dan
diimbau untuk tidak berada di Pulau Anak Krakatau. Meski diperintahkan menjauh,
ia meminta kepada masyarakat yang berada di sekitar Gunung Anak Krakatau untuk
tetap tenang dan tidak panik.
“Kami minta masyarakat
pantai di Banten dan Lampung untuk terus beraktivitas seperti biasa. Tak usah
panik, jangan terpancing isu tsunami. Ini Anak Krakatau yang meletus, bukan
ibunya, Krakatau,” kata dia. Pemerintah juga sudah siap sedia menghadapi segala
kemungkinan yang terjadi.
Didengar
Seperdelapan Warga Dunia.
Peningkatan aktivitas Gunung Anak
Krakatau ini mengingatkan kita pada tragedi masa silam. Tercatat dalam sejarah,
Senin 27 Agustus 1883 sekitar pukul 10.20 WIB, Gunung Krakatau meletus.
Kekuatannya 13.000 kali kekuatan bom atom yang meluluhlantakkan Hiroshima dan
Nagasaki.
Suara Krakatau yang menggelegar
didengar seperdelapan penduduk Bumi, sampai ke pulau-pulau kecil di Laut Afrika
Timur. Guncangannya memicu tsunami di wilayah perairan Selat Sunda. Lebih dari
36.000 jiwa tewas, sedangkan yang tewas seketika akibat awan panas tercatat
ratusan orang.
Getaran Krakatau juga merusak
sebagian Batavia, cikal bakal Jakarta. Petaka belum usai. Abu Krakatau membuat
dunia gelap selama dua setengah hari. Setelah puas mengamuk, Krakatau lalu
terbenam di dasar lautan. Tahun 1947, 44 tahun setelah amuk Krakatau, muncul
gunung api baru. Ia tumbuh makin besar dan tinggi. Itulah Gunung Anak Krakatau.
Sepuluh tahun setelah kelahirannya,
Anak Krakatau menyemburkan material vulkanik dalam jumlah besar setiap
tahunnya. Anak Krakatau pun bertambah tinggi 15 meter. Sejak tahun 1953 sampai
saat ini, jeda letusannya bervariasi antara 1-2 tahun atau lebih, dengan
rata-rata jeda letusan setiap 5 tahun sekali. Setiap tahun, ketinggian Anak
Krakatau bertambah sekitar 1 meter.
0 komentar:
Posting Komentar